Photo By Prostock-studio – Envato
Penulis: Sinta Tiara Rini
Editor: Andriano Bobby
Ternyata ada loh ketakutan yang tidak wajar terhadap seks, keintiman seksual, atau hubungan seksual yang dikenal sebagai genofobia. Nama lain untuk ketakutan ini adalah Erotofobia, yaitu istilah yang diciptakan dari dua kata Yunani Eros – Dewa Cinta Yunani dan phobos yang berarti ketakutan atau penolakan yang mendalam. Kata Genophobia juga berasal dari kata Yunani: Genos berarti keturunan dan phobos atau ketakutan.
Fobia seks atau genofobia
Kebanyakan orang, perempuan dan laki-laki, umumnya menikmati aktivitas seksual. Aktivitas seksual adalah tindakan dasar manusia yang memungkinkan keintiman dan juga memungkinkan kelanjutan spesies kita. Namun, dalam kasus penderita genofobia, pikiran untuk berhubungan intim dengan seseorang saja sudah menimbulkan serangan panik yang parah. Kontak seksual yang dicoba bahkan dapat menimbulkan gejala kecemasan yang intens pada penderitanya.
Genofobia atau Erotofobia dikenal secara luas setelah kepanikan terhadap AIDS meluas pada awal 1980-an.
Secara alami, pasien seperti itu cenderung menghindari hubungan intim dan menolak untuk berhubungan seks. Tak pelak, hidupnya cenderung menjadi agak sepi, tertekan, dan bahkan mungkin mengganggu rutinitas sehari-hari mereka.
Penyebab genofobia
Genofobia atau Erotofobia dikenal secara luas setelah kepanikan terhadap AIDS meluas pada awal 1980-an. Sikap negatif terhadap seks dan keyakinan yang salah tentang infeksi menular seksual (PMS) adalah beberapa penyebab genofobia yang paling umum.
Secara ilmiah, genofobia tidak diklasifikasikan dalam jenis fobia yang umum; melainkan disajikan dalam konteks lain seperti disfungsi seksual bahkan gangguan kecemasan sosial.
Kepribadian juga memainkan peran penting dalam ketakutan akan seks, sehingga individu genofobia cenderung memiliki keyakinan negatif, ekspektasi, dan reaksi emosional terhadap keintiman fisik.
Kurangnya pengetahuan dan pendidikan seks berperan penting dalam menimbulkan ketakutan akan seks. Orang dengan keyakinan yang salah tentang IMS cenderung juga memiliki sikap stigma terhadap seks. Budaya juga memperkuat keyakinan ini sampai batas tertentu.
Ketika individu mengalami ketakutan dan rasa bersalah tentang seks, dia menghindari diskusi tentang hal-hal ini, menyebabkan lebih banyak ketidaktahuan dan kerentanan untuk berhubungan intim dengan seseorang.
Selain itu, pemerkosaan atau pelecehan seksual yang pernah dialami di masa kanak-kanak, semuanya dapat menyebabkan ketakutan yang kuat dan mengembangkan fobia seks. Anak kecil mungkin tidak memahami akan apa yang telah terjadi padanya pada saat itu, tetapi kemudian, seiring bertambahnya usia, dia mulai merasa dipelakukan atau dimanfaatkan secara tidak semestinya. Hal ini menyebabkan ketidakpercayaan atau kurangnya ketergantungan pada orang lain. Kemandirian seperti itu juga dapat diterjemahkan menjadi erotofobia atau ketakutan akan seks secara keseluruhan.
Lelaki dengan disfungsi ereksi juga mungkin mengalami ketakutan akan seks. Dalam kasus perempuan, seks yang menyakitkan, sunat atau bahkan mutilasi alat kelamin atau kondisi medis tertentu dapat mencegah seseorang menikmati hubungan seksual dan dapat menyebabkan mereka menderita genofobia. Pada beberapa perempuan, rasa insecure terhadap penampilan mereka seperti payudara yang kecil juga bisa membuat mereka menderita genofobia.
Terkadang, genofobia juga berakar pada fobia lain. Misalnya, rasa takut yang kuat terhadap kuman atau tertular penyakit atau virus atau rasa takut akan ketelanjangan, serta rasa takut yang berlebihan untuk disentuh.
Gejala fobia seks
Gejala ketakutan akan seks berbeda-beda pada setiap orang. Sebagian besar penderita fobia seks menghindari berhubungan seksual. Mereka yang berada dalam satu hubungan cenderung berusaha keras untuk menghindari hubungan intim dengan pasangannya. Hal ini dapat menyebabkan banyak ketegangan pada hubungan sehingga akhirnya memicu terjadinya perceraian atau menjalani kehidupan yang sepi.
Hal ini tidak mengherankan lantaran pikiran untuk berhubungan intim dengan seseorang saja dapat menyebabkan serangan kecemasan penuh yang ditandai dengan gejala berikut:
- Pernapasan cepat dan dangkal
- Peningkatan detak jantung
- Perasaan tersedak
- Pikiran tentang kematian
- Telapak tangan berkeringat
- Serangan kecemasan
- Menghindari hubungan
Gejala ketakutan akan seks ini bisa sangat melemahkan karena cenderung mengganggu hubungan asmara dan bahkan dapat membuat penderita merasa depresi.
Perawatan untuk erotofobia atau genofobia
Seperti halnya fobia lainnya, ada beberapa metode untuk mengobati rasa takut akan seks atau rasa takut akan keintiman seksual. Metode terbaik adalah tidak menggunakan obat kecemasan yang kuat, karena ini memiliki banyak efek samping dan sering menyebabkan ketergantungan kimia.
Nyatanya banyak obat kecemasan atau antidepresan depresi memiliki salah satu efek samping seperti hilangnya libido atau kurangnya minat pada seks. Jadi, hanya dokter yang boleh mempertimbangkan untuk meresepkan obat-obatan tersebut.
Tujuan terapi obat juga harus menghilangkan gejala kecemasan dan bentuk pengobatan lain harus digunakan bersamaan dan harus fokus pada pengobatan akar penyebab kondisi tersebut.
Pertama dan terpenting, sangat penting bagi individu yang menderita untuk memahami bahwa tidak perlu ada rasa malu akan kondisi mereka. Ini adalah langkah pertama dalam mengobati genofobia. Dan mereka harus bersedia untuk mengunjungi psikolog atau psikiater guna pengobatan.
Seorang hipnoterapis juga dapat menggunakan teknik seperti regresi kehidupan lampau yang seringkali sangat membantu dalam kasus seperti itu. Metode modern lainnya untuk mengobati genofobia termasuk NLP atau pemrograman neurolinguistik dan desensitisasi bertahap. Kedua metode ini dapat membantu menghilangkan rasa takut akan seks dari akarnya.
Sumber: Fear of Sex Phobia – Genophobia