Photo By YuriArcursPeopleimages – Envato
Penulis: Sinta Tiara Rini
Editor: Andriano Bobby
Sayangnya, akses ke PrEP dan stigma yang melingkupinya telah menciptakan hambatan yang signifikan bagi hampir setiap kelompok yang membutuhkan obat tersebut, termasuk remaja.
PrEP telah berperan penting dalam mencegah epidemi HIV global. Dengan minum obat, yang terdiri dari obat antivirus yang mencegah HIV menempel pada sel kekebalan manusia ini setiap hari, mereka yang berisiko terinfeksi HIV dari seks, risikonya turun hingga 90 persen.
Sayangnya, akses ke PrEP dan stigma yang melingkupinya telah menciptakan hambatan yang signifikan bagi hampir setiap kelompok yang membutuhkan obat tersebut, termasuk remaja.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, kelompok remaja, terutama remaja LGBTQ+ dan mereka yang menghadapi bentuk diskriminasi lainnya, sedang berjuang keras untuk mendapatkan perawatan kesehatan seksual yang tepat agar mereka tidak terinfeksi HIV.
Penggunaan PrEP pertama kali disetujui pada tahun 2012 untuk digunakan pada orang dewasa berusia 18 tahun atau lebih. Baru-baru ini, pada tahun 2018, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (AS), memperluas persetujuan peggunaan PrEP untuk individu berusia 13 hingga 18 tahun. Sejak saat itu, kata penulis makalah Allison L. Agwu, seorang spesialis HIV di Johns Hopkins, AS, dokter dan peneliti kesehatan belum berbuat cukup banyak untuk memastikan bahwa remaja dan dewasa muda bisa mendapatkan manfaat dari PrEP.
“Kebetulan saya merupaka praktisi penyedia perawatan untuk remaja yang terinfeksi HIV,” katanya. “Terlalu seringkami melihat remaja yang didiagnosis positif HIV baru-baru ini,” jelas Agwu.
Penelitian di 2019 ini melibatkan responden berusia 13 sampai 19 tahun yang baru saja terinfeksi HIV. Lebih dari 1.700 orang dalam demografi ini baru didiagnosis pada tahun 2018, tahun terakhir yang datanya tersedia. Mereka adalah bagian dari kelompok usia 12 hingga 24 tahun yang merupakan lebih dari 7.000 kasus infeksi baru pada tahun 2018 atau 21 persen dari semua infeksi baru tahun itu.
Terlepas dari banyak bukti bahwa orang muda yang berisiko terinfeksi HIV, “dokter dan spesialis perawatan primer remaja tidak secara rutin menawarkan tes HIV seperti yang direkomendasikan oleh pemerintah atau secara rutin menilai paparan risiko seksual pasien melalui riwayat seksual, ” tulis Agwu lebih lanjut.
Pada saat yang sama, tidak ada cukup penelitian tentang cara mencegah HIV pada populasi remaja, terutama mereka yang paling berisiko. Penelitian Agwu menunjuk ke empat area, tempat para penyedia dapat membuat terobosan dengan pasien mereka. Terobosan itu melingkupi alur bertanya tentang jenis kelamin, tes HIV dan infeksi menular seksual lainnya bila diindikasikan, dan menawarkan opsi pencegahan yang sesuai dengan identitas seksual anak muda, termasuk menawarkan PrEP jika sesuai.
“Anda tidak harus menjadi seorang spesialis untuk dapat meresepkan PrEP,” katanya. Dokter anak dan dokter keluarga dapat meresepkannya,” tegas Agwu.
Makalah ini mengidentifikasi perlunya pelatihan untuk meningkatkan kepercayaan dan kenyamanan penyedia layanan kesehatan dengan PrEP sebagai alat pencegahan dan kesediaan mereka untuk mendiskusikannya dan meresepkannya kepada kelompok remaja jika diperlukan.